Rabu, 09 Maret 2016

Menginspirasi Cita-cita Anak

Pagi ini saya teringat dengan beberapa hal yang terjadi di masa SMA. Ada suatu saat dimana saya ingin sekali mendaftarkan diri dalam program beasiswa sekolah yang diberikan oleh Nanyang University Singapura. Saya melihat pengumuman tentang beasiswa itu dari Harian Kompas yang memang sudah menjadi koran langganan di keluarga kami. Dari beberapa persyaratan yang ada, saya fokus pada hal yang bernama Curiculum Vitae (CV). Sampai hari itu saya masih awam dengan CV, bentuknya seperti apa, isinya seperti apa, saya tidak tahu. Tantangan berikutnya saya harus membuat CV dalam bahasa Inggris.

Saat itu yang saya lakukan adalah mencoba menghubungi guru Bahasa Inggris saya dan bertanya kepada beliau bagaimana caranya membuat CV. Alhamdulillah beliau membantu, CV berhasil dibuat, namun pada akhirnya saya tidak tahu apakah surat pengajuan beasiswa diterima atau tidak, yang saya tahu saya tidak kuliah di Nanyang University. ^_^

Hal yang menarik untuk digali adalah apa yang membuat saya, anak Jember yang buta wawasan tentang luar negeri, berani mengajukan permohonan beasiswa ke Nanyang University dengan hanya berbekal informasi di sebuah Harian Kompas. Saya tidak pernah dibimbing secara khusus untuk itu, namun Ayah saya sering menasehati, "Ayo nak sekolah yang tinggi, S2, beasiswa, kalau bisa ke luar negeri." Kalimat itu sering terucap berulang-ulang dan bisa jadi kalimat itu kemudian menetap di alam bawah sadar saya, sehingga secara tidak sadar pun saya mencari jalan menuju ke sana.

Harian Kompas ketika itu adalah jendela informasi bagi saya untuk melihat dunia. Saya tinggal di Jember, sebuah kota administratif di Jawa Timur ketika itu. Saluran televisi hanya satu, TVRI. Siaran radio yang utama hanya RRI. Harian Kompas mampu memberikan update apa yang sedang terjadi di luar sana, baik skala nasional, regional maupun international. Tanpa Harian Kompas, saya tidak tahu, gambaran saya tentang cita-cita di masa depan akan seperti apa.

Sekarang kita hidup di era yang serba terbuka, informasi mengalir deras dalam genggaman. Menurut saya ini saat yang mudah untuk menginspirasi anak-anak kita, walaupun juga bisa menjadi sulit di saat yang bersamaan mengingat konsekuensi dari keterbukaan informasi juga lumayan berat. Namun saya mencoba untuk lebih fokus mengambil sisi positif dari keterbukaan informasi ini.

Anak-anak saya akan lebih mudah untuk mengakses sebuah bidang ilmu yang dia minati. Sebagai contoh, saya sering memperhatikan kakak Dvn suka berekspresi dengan suara-suara di mulutnya, ternyata saya ketahui kemudian dia ada minat dalam melakukan human beat box. Untuk mempelajari hal itu dengan mudah ia mencari referensi di youtube. Voila, dalam waktu singkat dia bisa jadi sudah menguasai keterampilannya.

Youtube memberikan akses untuk belajar dengan cara melihat dan mendengar langsung sebuah hal dilakukan. Sama seperti metode pembelajaran praktikum ketika sekolah dulu. Bedanya dulu di sekolah mata waktu dan subjek mata pelajarannya terbatas, sekarang subjek dan waktu belajar 24 jam sepanjang ada koneksi wifi. ^_^

Jangan sia-siakan perkembangan teknologi yang demikian canggih seperti ini, manfaatkan dia untuk memberi inspirasi kepada anak-anak kita agar menjadi pribadi yang bermanfaat kelak bila mereka dewasa nanti.

Salam!




HashOcean

Tidak ada komentar:

Posting Komentar