Minggu, 31 Januari 2016

Manfaat Hobi

1353932182883011163

Membaca buletin KOMPAS Ekstra (KE) yang tersaji pagi ini (26 November 2012), membuat diriku tersenyum-senyum sendiri. Apa pasal? Sebab KE membahas tentang hobi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hobi dijelaskan sebagai kegemaran atau kesenangan istimewa pada waktu senggang.
Hal yang membuatku tersenyum antara lain adalah:
1. Ini sejalan dengan hobiku yang alhamdulillah dapat dilakukan 6 bulan terakhir ini.
2. Pembicaraan semalam dengan istriku, kudapati bahwa istriku mendukung hobi yang aku lakukan. 3. Manfaat yang kudapat dari menjalankan hobi sangat positif, sama persis dengan pendapat Psikolog yang diwawancara dalam KE pagi ini. Beliau menyatakan bahwa hobi adalah penyeimbang hidup.

Hobi membuat tekanan psikologis yang dialami dalam rutinitas kerja kembali mengendur. Kemudi paling seimbang dalam hidup adalah pekerjaan, cinta dan permainan. Aha! Hobiku erat kaitannya dengan permainan. Seperti yang bisa dibaca dari beberapa tulisanku mengenai hobi di lapak kompasiana ini.

Para pembaca bisa dengan mudah mengenali hobi apa yang saya jalani. Sebagai penutup, saya hanya ingin menggarisbawahi: Apapun kesibukan Anda, luangkan sedikit waktu untuk melakukan kesenangan istimewa Anda di waktu senggang, karena dengan hal itu Anda bisa kembali segar menghadapi rutinitas yang menghadang.

Salam!

Sabtu, 30 Januari 2016

Papan Tulis



Papan tulis ini punya cerita.
Papan tulis lipat ini saya beli ketika saya sedang belajar memulai usaha pertama saya, sebuah bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang berasal dari Amerika Serikat di tahun 2000-an.
Motivasi saya ketika itu sederhana.
Dengan papan tulis lipat ini saya bisa melakukan presentasi di mana-mana, tanpa merepotkan si pemilik tempat atau pemilik ruang tamu.
Ya, MLM adalah bisnis pertama, tempat saya belajar tentang semangat dan nilai kewirausahaan. Peluang bisnis yang saya dapat dari salah seorang teman dekat ketika duduk di bangku SMA.

Papan tulis ini cukup lama tersimpan di gudang, dalam kondisi yang sangat baik. Papan tulis ini adalah salah satu memorabilia perjalanan hidup saya yang amat senang bermimpi besar. Terpleset dan jatuh adalah hal yang biasa dalam prosesnya. Satu hal yang terpenting yang saya pelajari adalah bangkit kembali dan mencoba lagi sampai berhasil.

Alhamdulillah...
Sampai titik ini, saya berhasil.
Berhasil menaklukkan keraguan dan ketakutan saya.
Berhasil memperoleh keyakinan dan kepercayaan diri bahwa saya mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Berhasil meyakinkan pasangan bahwa saya mampu memimpin keluarga menuju masa depan yang lebih baik.

Insya Allah.

Papan tulis ini memiliki nilai emosional yang mendalam untuk diri saya.
Jangan pernah sia-siakan apapun yang anda miliki saat ini.
Perbanyak bersyukur dan berbagi dengan orang lain.
Insya Allah akan mendatangkan manfaat.

Salam!

Video Blog Perdana

Video Blog, disingkat VLOG, kata wiki definisinya kira-kira seperti ini:
A video blog or video log, usually shortened to vlog[1] /ˈvlɒɡ/, is a form of blog for which the medium is video,[2] and is a form of web television. Vlog entries often combine embedded video (or a video link) with supporting text, images, and other metadata. Entries can be recorded in one take or cut into multiple parts. The vlog category is popular on YouTube.

Nah karena sekarang lagi marak, maka bolehlah saya mencoba membuat Vlog versi saya sendiri. Kebetulan di notebook saya sudah ada camera-nya, sudah ada software recordernya, selanjutnya tinggal keputusan untuk mencoba membuat rekaman video diri sendiri. Soal materi sebenarnya bukan hal yang sulit untuk dipersiapkan karena untuk menyusun teks-nya kita bisa googling sana-sini untuk mendapatkan informasinya.

Nah di Vlog perdana saya ini, saya mencoba membuat sebuah video promosi ala motivator kelas atas gitu. Hanya saja, harus diakui bahwa berbicara di depan kamera itu memang perlu skill tertentu seperti, tatapan mata kita harus selalu menatap ke kamera, disamping otak kita juga harus ingat dengan pesan yang hendak kita sampaikan. Jadi mohon maaf kalau di video perdana ini, kualitasnya masih jauh dari sempurna.

Satu hal yang saya suka tentang Vlog adalah kita diberi ruang kreativitas dalam durasi beberapa menit untuk menyampaikan suatu pesan apapun, dengan harapan audience kita akan tertarik menonton nantinya. Saya cukup semangat kali ini karena saya membuat video perdana ini di salah satu sudut warung indomie yang lagi ngehits di kota Bandung. Saya mendapati tata cahaya dan latar belakang cukup baik untuk direkam.

Oke, tidak perlu berlama-lama lagi. Silakan Anda tonton Vlog perdana saya ini.


Jika Anda tertarik dengan apa yang saya sampaikan di video ini, silakan klik link berikut:
http://masjawski.com
Untuk informasi lebih lanjut.

Salam!

Jumat, 29 Januari 2016

Tentang Memilih Pasangan Hidup

Saya tumbuh besar di keluarga yang kedua orang tuanya bekerja. Papa dan Mama, demikian saya menyebut orang tua saya, adalah pegawai negeri sipil di sebuah institusi pemerintah ketika itu. Terbiasa melihat keduanya bekerja, pergi ke kantor, lalu pulang mengurus segala pernak-pernik urusan rumah, sedikit banyak mempengaruhi cara pandang saya dalam melihat figur wanita yang kelak menjadi pendamping hidup saya.

Papa, adalah figur yang keras dan otoriter. Setidaknya itu yang saya rasakan hingga saya berusia remaja (SMP). Kerasnya didikan beliau tercermin dari kedisiplinan yang beliau tanamkan sejak dini. Saya masih ingat betul, ketika menjelang masuk TK, Papa mengajari saya menulis dari pukul 19.00 hingga pukul 21.00, setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu. Teraturnya waktu mandi, makan dan bermain. Betapa Papa sangat jengkel bila melihat kamar saya berantakan seperti kapal pecah.

Namun beliau berubah menjadi lebih egaliter ketika saya duduk di bangku SMA hingga sekarang. Saat itu beliau mulai bertanya tentang apa yang saya inginkan dalam belajar. Mau kuliah di mana, ambil jurusan apa. Beliau support dan menyatakan sanggup untuk membiayai selama saya dapat diterima kuliah di Universitas Negeri. Alhamdulillah usaha saya dan doa beliau diijabah Allah SWT.

Mama, adalah figur wanita yang serius tapi santai, senang dengan yang namanya olah raga. Mulai dari sepatu roda, bersepeda, renang, tenis, bola voli, bola basket dan sepak bola. Beliau mengenalkan semua olahraga itu kepada semua anak-anaknya. Hal inilah yang membuat saya menyukai olahraga hingga sekarang, khususnya bola basket, renang dan bersepeda. Saya masih ingat, di usia SD, setiap minggu pagi kami diajak berenang, saya bahkan dikursuskan agar bisa berenang. Kali waktu yang lain, masih di hari minggu, kami dilatih bermain tenis di lapangan tenis milik kantor tempat beliau bekerja.Mungkin Mama bukan orang yang pandai merapikan kamar sebagaimana Papa. Tapi Mama adalah figur yang hangat pada anak-anaknya, penuh perhatian dan welas asih.

Figur Papa dan Mama tersebut mempengaruhi saya dalam menentukan kriteria memilih pasangan. Saya selalu tertarik dengan wanita yang cerdas, aktif, mandiri dan menyukai olahraga. Agama yang sama tentu menjadi kriteria utama, meski dalam perjalanan hidup, saya pernah menyukai wanita yang berbeda agama. Kalau kata Cak Nun, hidup itu adalah proses yang tidak bisa dijustifikasi oleh manusia ketika mencari Tuhan-nya. Sedap!!!

Sosok itu saya temukan pada Kiki, istri saya sekarang. Saya bertemu dengannya di kampus Psikologi Unpad. Sosok yang hadir, namun berkelebat cepat di awal dan akhir waktu kuliah. Sosok yang membuat saya penasaran, kenapa dia tidak nongkrong dulu setelah jam kuliah seperti teman-temannya yang lain.

Sosok yang cerdas, sudah pasti. Alumni SMA 8 Jakarta, rajin kuliah dan berhasil menempuh pendidikan S1 tepat waktu dan S2 dalam kondisi sudah menikah dan sedang hamil ketika itu. Aktif berorganisasi ketika di kampus dulu. Mandiri dalam menyelesaikan banyak persoalan dalam kehidupan, meski jauh dalam hati sanubarinya, dia selalu ingin untuk saya temani. ^_^ Menyukai olahraga dan sempat aktif mengikuti olahraga softball ketika SMA, meskipun tidak seaktif saya ketika sudah menikah.

Saya dan Kiki, bukanlah orang dengan kepribadian yang sama. Kami berdua cenderung memiliki sifat yang berlawanan, yang jika sedang bertentangan dalam satu waktu itu bikin kepala rasanya mau pecah. Namun saya selalu melihat dari sudut yang berbeda. Perbedaan diantara kami adalah kekuatan yang sesungguhnya dalam membangun rumah tangga. Sifat santai saya mampu meredam kecemasannya. Cara kerja saya yang cenderung acak, mampu (sedikit) dirapikan olehnya. Ketika sudah menemukan klik dengan pasangan, rasanya luar biasa menenangkan. Satu momen yang berkesan adalah ketika saya menceritakan apa yang impian-impian saya, dan kami berdua menangis hanya karena membayangkannya.

Tolok ukur kebahagiaan kami bukan materi, melainkan waktu yang dapat kami habiskan bersama-sama. Namun itu bukan perkara mudah, karena faktanya sebagian besar dari kita, terutama para ayah harus pergi meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah. Hal itulah yang ingin saya ubah melalui tulisan-tulisan ini.
Wah jadi ngelantur kemana-mana ya...
Intinya masing-masing orang punya preferensi dalam memilih pasangan hidup. Satu hal yang paling utama ketika sudah mengambil keputusan untuk memilih pasangan hidup, jangan pernah melepaskan pegangan tangan anda dengan pasangan, apapun yang terjadi di hadapan, bahkan kondisi tersulit dan terberat sekalipun. Saya selalu percaya janji Allah di surat Al Insyirah ayat 5 - 8.



Saya bukanlah pribadi yang sempurna, dalam perjalanan saya banyak melakukan kesalahan dalam relasi. Banyak. Namun dari kesalahan-kesalahan yang saya lakukan, dalam pernikahan, saya selalu melihat pasangan saya tidak pernah melepaskan genggaman tangannya, dia tidak pernah jauh dari saya, dia selalu berhasil membuat saya kembali ke jalan yang benar. Mungkin itu salah satu hikmah Allah menciptakan manusia berpasangan. Saling mengingatkan di jalan Allah.

Bagi pembaca yang sudah menikah, genggam tangan pasangan anda apapun ujian kehidupan yang datang. Bagi pembaca yang belum menikah, segeralah menikah karena menikah menyempurnakan separuh agama.

Salam!

Rabu, 27 Januari 2016

Melakukan Kebiasaan yang Berbeda



Dewasa ini kehidupan terasa bergulir semakin cepat. Entah karena faktor pembangunan fisik, infrastruktur atau teknologi.
Hal ini ditandai dengan semakin cepatnya hari berganti.

Sejak sekolah menengah, kuliah hingga mulai bekerja dan menikah saya punya tips aktifitas untuk menyegarkan suasana hati dan pikiran saya.
Mau tahu? Simak lanjutan tulisan ini.

1. Ketika kita terjebak dalam sebuah rutinitas, apakah itu belajar atau bekerja, sesekali diri Anda berhak untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang saya maksud di sini bisa disesuaikan dengan minat dan kesenangan pribadi. Waktu jaman SMA, menjelang ujian akhir. Saya suka memberikan penghargaan kepada diri saya berupa satu bucket es krim, yang saya nikmati sambil menonton film kesukaan di rumah. Pada saat kuliah, saya dan teman-teman pernah kemping dengan Pangandaran selama beberapa hari. Ketika awal bekerja, saya off satu hari di hari kerja, dan melakukan kegiatan yang benar-benar berbeda, seperti jalan pagi, kemudian membeli koran pagi, dan membacanya di warung bubur ayam, hingga hari menjelang siang. Sekarang setiap bulan saya menyisihkan penghasilan saya untuk membeli buku atau melengkapi koleksi die-cast saya.

2. Keluar dari rutinitas tak selalu buruk, atau merubah Anda menjadi seseorang yang sama sekali berbeda. Disisi lain justru Anda memiliki kesempatan untuk mengisi kembali energi kehidupan Anda dengan bahan bakar yang lebih segar. Anda memiliki kesempatan untuk dapat melihat hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda. Anda dapat berhenti sejenak untuk mengambil pemaknaan yang berbeda dari sebuah peristiwa yang sama. Saya jadi teringat sebuah program acara di Discovery Channel yang menyajikan perjalanan seseorang yang tersesat, bepergian tanpa peta, berjalan ke tempat yang tak ada jalan. Sesuatu yang kelihatannya tidak masuk akal, namun pada akhirnya banyak hal yang bisa dipelajari oleh pelaku maupun pemirsanya. Sebuah acara yang menarik menurut saya. ^_^

Ada satu contoh lagi, bagi Anda yang pergi ke kantor naik kendaraan bermotor, tak ada salahnya sesekali mencoba untuk naik kendaraan umum. Di sepanjang perjalanan mungkin Anda bisa menemui hal-hal menarik yang sebelumnya luput dari pengamatan Anda ketika Anda mengendarai kendaraan Anda sendiri.

Bagi Anda yang berwirausaha, memilih tempat-tempat baru yang menarik untuk jadi tempat bekerja, juga sangat menyenangkan. Apalagi di kota Bandung banyak sekali tersedia tempat-tempat yang bagus dan menyegarkan untuk menjadi 'ruang kantor' anda hari itu. ^_^

Bertemu dengan teman-teman lama, walaupun singkat juga dapat menjadi energizer tersendiri bagi jiwa anda. Lama waktu tak berjumpa, membuat banyak cerita mengalir tak terbendung. Fokus pada hal-hal positif. Niscaya anda akan lebih bersemangat menjalani kehidupan anda.

3. Jaga sisi anak-anak Anda. Setiap orang, menurut saya memiliki sisi anak-anak. Sisi yang ceria, senang berpetualang, berpikir dan bertindak spontan. Berbeda dengan tuntutan sebagai orang dewasa yang cenderung serius, bertanggungjawab, penuh perhitungan, yang dapat dipersepsikan oleh jiwa kita sebagai 'beban'. Benar, sebagai orang dewasa kita dituntut untuk mampu bersikap, berpikir dan bertindak dengan penuh perhitungan dan bertanggungjawab. Namun di sisi lain, beri kesempatan sisi anak-anak Anda untuk keluar mengaktualisasikan 'dirinya'.

Dengan mencoba melakukan 3 hal di atas, saya yakin Anda dapat merasa lebih menikmati hidup dan kehidupan Anda.
Selalu ada banyak cara untuk kita berhasil menikmati hidup dan kehidupan ini. Semua tergantung diri kita masing-masing, karena pada dasarnya setiap manusia itu unik.

Salam!

Selasa, 26 Januari 2016

Menikah Muda Atau Menikah Mapan?


Suatu pagi di tanggal 13 November 2013, dalam perjalanan menuju ke kantor, salah satu stasiun radio kesayangan saya mengangkat topik "Menikah Muda atau Menikah Mapan".
Beberapa penelpon yang masuk pun mencoba mengungkapkan alasan-alasannya, baik yang pro menikah muda maupun yang memilih menikah mapan. 


Pada kesempatan ini saya mencoba mengungkapkan pandangan saya mengenai topik diatas. Dari sudut pandang ilmu psikologi, menurut Robert J. Havighurst (Turner dan Helms, 1995), tugas perkembangan manusia pada tahap dewasa awal (usia 21 - 40 tahun) antara lain:
1. Mencari dan menemukan Calon Pasangan hidup; perkawinan
2. Membina kehidupan rumah tangga; berumah tangga dan mandiri secara ekonomi
3. Meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga; mencapai puncak prestasi, penuh semangat, dan idealis serta pekerja keras.
4. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab; keinginan hidup tenang, damai, dan bahagia di masyarakat.

Dari sudut pandang kesehatan, pernikahan mensyaratkan kondisi fisik dan psikis tertentu agar dapat mencapai manfaat yang optimal. Nah dari dua pandangan tersebut saya berpendapat, saat menikah yang tepat adalah pada saat seorang laki-laki dan perempuan berada pada rentang usia 21 - 28 tahun.

Mengapa?
Karena pada rentang usia tersebut biasanya seseorang telah matang secara emosional dan memiliki tanggung jawab dalam bertindak dan mengambil keputusan. Di sisi lain, pada usia tersebut biasanya seseorang telah merampungkan studi S1-nya dan sedang mulai meniti karir atau usahanya.  

Loh kan usia segitu belum mapan, belum punya apa-apa?
Betul, justru karena belum punya apa-apa itu seseorang, terutama laki-laki memiliki cita-cita/impian yang besar, yang ingin diwujudkan bersama pasangannya. Sedemikian besarnya sehingga mereka pun akan menangis haru ketika sedang membicarakannya. Cita-cita yang besar tersebut tentu harus diwujudkan, untuk mewujudkannya diperlukan fisik yang sehat optimal, kemauan bekerja keras dan rajin berdoa. Di rentang usia tersebut manusia berada pada fase emas kondisi fisik dan emosional yang optimal. 

Lalu persiapan apa yang paling utama dibutuhkan oleh pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan?

Satu hal yang paling utama, setelah memiliki calon pendamping hidup, yang paling dibutuhkan adalah niat untuk melangsungkan pernikahan dengan dasar ibadah, sebagai wujud menyempurnakan agama yang kita anut (ISLAM). Subhanallah... ketika niat sudah ditetapkan, seluruh alam semesta mendukung dengan cara yang luar biasa.

Pada awal usia pernikahan, apakah segala sesuatu berlangsung dengan mudah?
Jawabnya tentu saja tidak, kedua insan yang baru saja disatukan tersebut harus melakukan penyesuaian-penyesuaian secara aktif, bisa jadi untuk sepanjang hidupnya. Hanya pasangan yang mampu memegang teguh komitmennya dengan kuatlah, yang mampu bertahan dalam biduk rumah tangga dalam kondisi seburuk apapun. Dan disitulah seni menjalani pernikahan dimulai.

Bagaimana dengan menikah muda?
Katanya juga baik dari sudut pandang agama, karena menghindari perbuatan dosa.
Menurut saya pribadi, menikah mudah sah-sah saja sepanjang syarat kesiapan fisik dan psikologis seseorang telah terpenuhi. Apa gunanya menikah muda, dengan menampilkan foto-foto pre-wedding yang bagus, acara resepsi yang megah, namun ketika menghadapi ujian kehidupan berupa kesulitan finansial atau kesulitan dalam merawat dan mendidik anak, kedua pasangan tersebut bersikap emosional dan tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan dengan baik. Akibat yang mungkin ditimbulkan ketika ada masalah tersebut adalah 'flight', lari dari kenyataan dengan melakukan tindakan-tindakan yang disukai seperti kongkow dengan teman, nge-mall, dan sebagainya. Ketika sampai di rumah, toh persoalan ternyata belum teratasi. Kadang-kadang kita sebagai manusia suka menggampangkan suatu persoalan tanpa melalui telaah pemikiran yang panjang, akibatnya ketika dihadapkan pada persoalan yang sebenarnya, sikap dan tindakan yang kita ambil masih jauh dari kematangan. Lagi-lagi pengalaman adalah guru yang terbaik. Jadi jangan sungkan dan ragu untuk belajar dari pengalaman orang-orang terdahulu di lingkungan sekitar kita, agar kita dapat memiliki 'model' yang terbaik yang bisa kita anut.

Bagaimana jika sampai usia lewat 30 tahun saya belum menemukan jodoh saya?
Jangan khawatir, sesungguhnya Allah itu maha adil dan bijaksana. Yakinlah bahwa DIA sedang merencanakan sesuatu yang besar lagi baik untuk diri Anda. Jika pada akhirnya Anda menemukan jodoh, satu hal yang mesti disadari, kondisi fisik Anda dan pasangan bisa jadi sudah tidak lagi muda, sehingga perlu untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian yang agar tetap meraih kebahagaiaan dalam biduk rumah tangga. Jadi setelah sedikit paparan saya di atas, semoga pembaca sudah memiliki bayangan tentang pilihan keputusan yang hendak diambil, menikah muda atau menikah mapan.

Salam!

Tantangan dan Godaan Bekerja Di Rumah

Bagi yang belum pernah merasakan tantangan dan godaan bekerja di rumah, pada kesempatan ini ijinkan saya berbagi kepada para pembaca.

Setiap pilihan yang diambil dalam hidup selalu menghadirkan konsekuensi. Kita semua harus menyadari dan menerima hal itu tanpa kecuali. Demikian juga dengan keputusan bekerja di rumah, tentu ada konsekuensi berupa tantangan dan godaan.
Apa sajakah itu?

  1. Bekerja di rumah, bukan berarti Anda bisa bekerja seenaknya. Profesionalitas dalam bekerja tetap dituntut dalam hal ini, namun semua itu bukan karena tuntutan BOS, melainkan tuntutan diri sendiri. Nah, tantangan nomor satu untuk membangun profesionalitas adalah karena kita berada di rumah, maka urusan-urusan domestik bisa jadi mewarnai waktu kerja kita. Jangan sedih dulu, karena disitu keindahannya. Anda bisa tetap membantu istri memandikan anak, sembari mengirim email berisi tugas yang sudah Anda kerjakan.
  2. Anak yang minta ditemani bermain. Ya, ini adalah salah satu godaannya. Di saat anak kita sudah mandi, rapi dan wangi. Kita meletakkan dirinya di area tempat dia biasa bermain dengan harapan dia anteng main sendiri. Tapi kenyataannya tidak selalu demikian. Dia pun dapat merajuk kepada kita, minta ditemani bermain. Nah kalau sudah begini, peluang Anda bisa bekerja dengan 'benar' adalah ketika anak kita jatuh tertidur. Atau kita minta ijin kepada istri untuk bekerja di luar rumah.
  3. Suasana rumah yang nyaman, bisa jadi menimbulkan serangan kantuk yang kuat dan cepat di pagi hari yang dingin. Kalau sudah demikian, saran saya jangan dilawan. Tidurlah dahulu, toh tak ada BOS yang akan memarahi Anda karena tidur di rumah Anda sendiri kan? ^_^
  4. Membangun komunikasi dan kerjasama dengan pasangan, agar kita dapat mengenali ritme kerja masing-masing, sehingga sinergi dalam menyelesaikan seluruh tugas-tugas domestik di rumah. Kalau sudah menemukan ritme ini, saya jamin produktivitas Anda ngacirrr!

Sementara itu dulu, 4 tantangan dan godaan bekerja di rumah.

Sesungguhnya ini adalh 4 tantangan dan godaan yang paling menyenangkan yang pernah saya temui selama ini.

Salam!


Senin, 25 Januari 2016

Bebaskan Imajinasi Anda!



Pernahkah Anda membayangkan, apa yang bisa Anda lakukan bila memiliki kelebihan penghasilan sebesar 1 juta rupiah per bulan. Wow, rasanya pasti menyenangkan sekali ya!
Betul apa betul?

Pernahkah Anda membayangkan, apa yang bisa Anda lakukan bila memiliki kelebihan penghasilan sebesar 10 juta rupiah per bulan. Pasti mulai muncul keinginan untuk beli ini dan itu.
Betul apa betul?

Pernahkah Anda membayangkan apa yang bisa Anda lakukan bila memiliki kelebihan penghasilan sebesar 30 juta rupiah per bulan. Kalau sudah sampai level ini pasti Anda tidak ingin bekerja di kantor lagi. Pasti Anda ingin ada dekat dengan keluarga Anda setiap hari.
Betul apa betul?

Mungkin para pembaca bertanya, mengapa penulis kok mengajak berkhayal sampai tingkat tinggi di pagi hari yang cerah ini. Jangan salah Kawan, mungkin selama ini kita masih takut untuk mengungkapkan impian-impian kita.Satu hal yang perlu diingat bahwa kita manusia dilengkapi dengan sebuah alat yang amat canggih yang dapat mewujudkan apapun cita-cita kita, hanya saja seringkali kita tidak memanfaatkannya karena merasa takut cita-cita yang kita miliki terlalu tinggi. Cita-cita yang tinggi itu tak jarang kita pangkas agar tampak lebih realistis dan bisa kita capai.
Betul apa betul?

Pada kesempatan ini Saya ingin mengajak pembaca semua untuk berpikir di luar kotak, Bahasa Inggrisnya “Thinking Out Of The Box”. Apapun yang pembaca bayangkan, apapun yang pembaca tuliskan, semua bisa jadi kenyataan. Tidak percaya? Silakan dicoba saja, dan lihat apa yang terjadi beberapa tahun mendatang.

Ini pengalaman saya:
Tahun 2005, saya pernah menuliskan salah satu cita-cita Saya untuk memiliki penghasilan sebesar 6 juta rupiah per bulan. Alhamdulillah hal tersebut bisa saya capai pada tahun 2013. Menunggu 8 tahun untuk menjadi kenyataan sungguh bukan sesuatu yang merugikan bukan? Coba pembaca bayangkan, apa jadinya bila Saya tidak pernah menuliskan cita-cita saya tersebut di tahun 2005. Bisa jadi sampai tahun 2016 penghasilan belum sampai 6 juta rupiah per bulan.

Kegemaran Saya untuk menuliskan cita-cita yang saya inginkan, tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2013, dalam sebuah kesempatan Saya pernah berkata pada istri Saya bahwa Saya ingin memiliki penghasilan 30 juta rupiah per bulan. Alhamdulillah, Saya tidak perlu menunggu sampai 8 tahun untuk mewujudkan hal tersebut. Di bulan Februari 2014, cita-cita itu sudah terwujud. DAHSYAT bukan?

Oleh karena itu Saya ingin mengingatkan kepada para Pembaca yang budiman, jangan main-main dengan apa yang akan Anda tuliskan, karena Saya percaya, apa yang kita tuliskan adalah sama dengan doa kepada Sang Maha Kuasa.

Albert Einstein mengatakan, "Logika akan mengantarkan Anda ke sebuah tempat yang terbatas, Imajinasi akan mengantarkan Anda kemana pun yang Anda inginkan."


Salam!


Minggu, 24 Januari 2016

Guru Kita Ada di Youtube



Pagi ini saya membaca sebuah artikel di harian KOMPAS edisi Minggu, 24 Januari 2016, yang berjudul "YOUTUBE SANG 'GURU BESAR'"
Loh kok baca koran kemarin di hari ini?
Hehehe buat saya, informasi terkini itu bisa didapat segera dengan 'googling'.
Membaca koran di tangan itu kenikmatan lain yang berbeda.
Kembali ke topik tulisan, di artikel tersebut diungkapkan bahwa saat ini setiap orang yang memiliki akses internet dapat berguru tentang apapun dengan siapapun melalui channel YOUTUBE.

WOW!

Itu yang terlintas di benak saya.
Saya jadi teringat dengan lembaran-lembaran ijazah yang saya dapat sejak TK hingga Perguruan Tinggi.
Ijazah itu benar-benar hanya berupa lembara kertas, tak bermakna apabila si empunya ijazah tidak mengisi dan mengembangkan diri di kehidupan nyata, sesuai dengan minat dan keilmuannya.

Itu artinya dalam beberapa tahun ke depan, generasi anak-anak saya menghadapi sebuah kemungkinan bahwa untuk mendapat pendidikan, tidak melulu harus melalui sekolah formal.
Mereka punya peluang untuk menjadi apapun yang mereka mau sesuai dengan minat dan bakat mereka, karena sang GURU sudah tersedia di YOUTUBE, menanti untuk ditemukan.

Well, tulisan ini benar-benar muncul secara spontan di benak pikiran saya.
Kebenarannya pun masih dapat diperdebatkan.

Namun terlepas dari itu, sisi positifnya adalah kita semua masih memiliki peluang mengembangkan minat dan bakat kita, dibantu oleh "GURU BESAR YOUTUBE".
^_^

Salam!

Sabtu, 23 Januari 2016

Peluang Itu Ada Di Mana-Mana

Saya ingin bercerita tentang sebuah pengalaman sederhana, namun menarik. Semoga dengan saya tuliskan disini, manfaatnya akan jauh lebih terasa. Aamiiin...


Pengalaman #1

Begini ceritanya.
Pernahkah di antara pembaca yang naik sepeda motor, tiba-tiba harus menghentikan perjalanannya karena hujan turun dengan deras sementara jas hujan sudah tak mampu lagi menahan penetrasi air hujan. Nah, saya pernah.
Beberapa hari yang lalu, dalam perjalanan menuju ke sekolah untuk menjemput kakak, saya dihadang hujan deras yang mendorong saya untuk berteduh di sebuah SPBU.
Biasanya kalau orang berteduh, ya berteduh saja, diem-dieman dengan sesama motoris yang berteduh.
Saya mencoba bertegur sapa dengan salah satu motoris. Berkenalan dan akhirnya terciptalah obrolan hangat diantara kita.
Dia seorang pemuda, dengan tato di tubuhnya, walau terlihat sangar dari luar, namun dia sangat baik. Dia mengulurkan kartu namanya, di situ tertera pekerjaannya adalah seorang marketing produk pupuk.
Obrolan kami pun mengalir ngalor-ngidul, mulai dari soal 'Teror Sarinah', 'ISIS', sampai kepada usaha kami masing-masing.
Di ujung obrolan, karena sudah 1 jam saya berteduh dan masih harus menjemput kakak, saya pamitan.
Dia pun meminta saya untuk menghubunginya kembali untuk membicarakan tentang peluang usaha yang saya punya.
Hati saya berbunga-bunga, karena sesuatu yang besar mungkin terjadi dari titik ini.

Pengalaman #2
Beberapa hari yang lalu, setelah selesai shalat Ashar di masjid, saya duduk-duduk di teras masjid.
Di sana ada beberapa orang yang lain, salah satunya seorang yang memakai seragam dengan logo salah satu merk mobil kenamaan.
Kali ini pun saya menyapa dia terlebih dahulu, segera di menyodorkan brosur mobil jualannya, sambil berkata, "Barangkali Bapak sedang mencari mobil baru."
Dari sana, obrolan kami pun mengalir.
Saya mendapat informasi, bahwa Pak Syukron sudah bekerja lebih dari 5 tahun sebagai salesman mobil. Dia bercerita bahwa dia mulai memikirkan usaha lain yang mungkin bisa dia lakukan.
Saya langsung melihat peluang di sana. Peluang untuk berbagi peluang yang saya miliki kepadanya.
Kami pun bertukar no HP dan berjanji untuk saling menghubungi agar dapat memberi penjelasan yang lebih detail lain waktu.

Dari dua pengalaman itu, saya ingin berbagi tips bahwa:
1. Walau bekerja dari rumah, bukan berarti kita tidak punya kesempatan untuk mengembangkan usaha kita bersama orang-orang baru yang kita kenal di luar.
2. Segala kondisi bisa menjadi peluang kita untuk bertemu orang-orang baru yang mungkin cocok dan satu visi dengan kita. Jika demikian, BOOM, usaha Anda akan melejit bagaika roket.
3. Modalnya sederhana, mulailah bertanya. Awalnya mungkin kaku, jika belum terbiasa, namun jangan khawatir, alah bisa karena biasa.
4. Peluang usaha bisa dijalankan oleh siapapun, sepanjang yang bersangkutan memiliki kemauan untuk bertindak.

Salam!




Jumat, 22 Januari 2016

Menghadapi Si Delapan Tahun


Tulisan ini tentang anak pertama saya, Dvn, yang saat ini berusia 8 tahun lebih, sebut saja sebagai kakak.
Dalam keluarga, kakak cukup lama diperlakukan sebagai layaknya anak tunggal, 6 tahun sebelum kemudian adiknya lahir. Selama itu dia selalu mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya, tak terbagi.
Mungkin hal ini yang menyebabkan munculnya perilaku manja, dihadapan sang adik ketika berinteraksi dengan Ayah-Ibunya.

Dalam hati kadang saya merasa kesal, masak anak lelaki pertama usia 8 tahun, masih bersikap seperti itu. Namun ketika sedang tenang dan saya coba pikir kembali, saya akhirnya memilih untuk bersikap berbeda dalam melihat hal ini.
Benar, sebagai anak lelaki pertama yang saat ini sudah berusia 8 tahun, kakak harus belajar untuk mandiri. Terutama mampu untuk mengurus dirinya sendiri seperti untuk urusan mandi, buang air besar dan kecil, makan, belajar, menyiapkan buku-buku sekolah. Ditambah tugas perkembangan lain terkait sosialisasi dengan lingkungan, teman sebaya, adik-adik dan orang-orang yang lebih tua.


Namun di sisi lain, sebagai ayah saya pun merasa bahwa waktu tidak bisa diputar kembali, ini menjadi semacam pembenaran kalau saya pun masih ingin memanjakannya, sebagaimana sang adik.

Ketika sedang bercengkerama, kakak memang sering memberikan kejutan-kejutan untuk kami. Tak jarang ia menceritakan pengalamannya di sekolah, kemudian mengatakan tentang sebuah kosa kata yang menurut saya belum saatnya dia tahu, karena tingkat ke-abstrakan maknanya.
Mendengar ceritanya pasti menjadi sebuah momen yang heboh kalau tidak bisa dikatakan berisik, karena kakak akan bercerita dengan penuh semangat dan penuh efek suara.

Ya, kakak, sesungguhnya anak yang jenaka dan ceria namun juga sekaligus sensitif. Sensitif tidak hanya pada perasaan namun juga pada perubahan cuaca yang seringkali membuat 'penyakitnya' kambuh.

Kadang saya merasa marah sekali jika dalam kondisi sehat, kami senantiasa mengingatkan kakak untuk beristirahat menjaga kondisi tubuhnya, dan kakak lebih memilih untuk bermain. Jika sudah bosan bermain, atau menghadapi kekalahan dalam bermain, kakak pasti membuat sebuah ekspresi yang mudah dikenali, dan terkadang terdengar menyebalkan bagi saya. Ekspresi merajuk manja, seperti marah-marah, namun ketika ditanya, kakak tidak mau mengungkapkan secara terbuka.

Itulah cerita si kakak, berusia 8 tahun saat ini. Sedang dalam masa pertumbuhan. Minatnya terhadap hal-hal baru, ditunjang dengan fasilitas kemudahan informasi seperti saat ini, membuatnya cepat menangkap segala hal terbaru yang sedang terjadi di dunia ini.

Semoga kakak selalu sehat dan tumbuh menjadi anak yang berguna.

Aamiiin.

Salam!

Rabu, 20 Januari 2016

Bekerja dengan Otak Kanan, Bekerja yang Menyenangkan

Tulisan ini pertama kali saya tayangkan di KOMPASIANA, pada tanggal 26 Februari 2015. Hari ini saya mencoba membaca ulang dan menambahkan beberapa hal sebagai pemutakhiran.

Dari data Badan Pusat Statistik Januari tahun 2012, jumlah Pengusaha di Indonesia hanya 3,75 juta jiwa. Sedangkan jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia pada tahun 2012 4,4 juta jiwa, belum ditambah dengan jumlah Pegawai di sektor swasta yang kurang lebih sama jumlahnya.

Dari data ini Penulis melihat potensi orang mengeluh karena pekerjaannya minimal 2x lebih banyak dibandingkan dengan Pengusaha.


Pernahkah para pembaca mendengar keluhan dari teman-teman yang bekerja, baik di sektor pemerintah maupun swasta, mengeluh atas kejenuhan yang dihadapi di pekerjaan mereka. Tentu pernah, bahkan sering bukan? Penulis juga seringkali memperhatikan teman-teman yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam pekerjaan yang sedang mereka jalani saat ini. Ekspresi yang muncul berupa keluhan, baik secara lisan maupun tulisan bertebaran di akun pribadi media sosial mereka.

Nah kalau sudah begini, apakah masih bisa diperbaiki?

Jawabannya tentu bisa. Menurut Penulis, orang-orang yang bekerja di kantor, baik di sektor pemerintah maupun swasta, mereka dominan menggunakan otak kirinya. Padahal semua otak manusia diciptakan Tuhan dengan 2 hemisfer yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang khas. Dominan menggunakan otak kiri, seringkali membuat manusia terjebak dalam rutinitas harian, tidak mengetahui jalan keluar yang berbeda dari rutinitas yang biasa di hadapi. Mereka merasa aman dengan hal itu, meski seringkali merasa tidak puas dengan hasil yang mereka capai. Setelah mengeluh, mereka tetap setia dengan kebiasaan yang mereka lakukan.

Berbeda dengan orang-orang yang dominan menggunakan otak kanannya, mereka biasanya memiliki cara kerja yang dinamis, dan jauh dari yang namanya rutin-monoton. Mereka cenderung suka untuk menetapkan tantangan baru, jika tantangan yang lama sudah berhasil mereka atasi. Hal ini tentu membuat grafik pencapaian mereka meningkat dari waktu ke waktu.


Apa sesungguhnya problem yang dihadapi oleh para pekerja dominan otak kiri? Mereka terbiasa untuk bekerja dengan target yang telah ditetapkan oleh atasannya, tanpa itu mereka seringkali mengalami kesulitan untuk menampilkan unjuk kerja yang optimal karena energinya terpakai tanpa arah. Dalam keseharian di pekerjaan mereka seringkali merasa terjebak dan tidak punya pilihan, sehingga harus tetap bertahan untuk bekerja meskipun sesungguhnya mereka sudah merasa jenuh atau tidak bahagia.

Sebaliknya, orang-orang yang terbiasa mengoptimalkan otak kanannya akan menikmati setiap proses pekerjaannya, karena mereka sadar bahwa usaha yang mereka lakukan merupakan pilihan sadar yang muncul dari dalam hati sanubari, bukan sekedar instruksi dari atasan. Hal tersebut bisa dilihat dari ekspresi, kegiatan dan kegembiraan yang terpancar dari wajah lelah mereka.



Sudahkah Anda mengoptimalkan kerja otak kanan Anda? Jika belum, tidak ada salah Anda coba. Selamat mencoba!













Salam!



Selasa, 19 Januari 2016

Bahaya Anak Kecanduan Gadget

Pagi ini (Kamis, 14 Januari 2016) saya kebetulan melihat sebuah tayangan di televisi yang sedang membahas tentang "Bahaya Anak Kecanduan Gadget". Salah satu narasumbernya adalah seorang Ayah yang juga ahli parenting. Ia memiliki seorang anak yang sempat mengalami kecanduan dengan gadget (games komputer) sejak usia 6 tahun. Prestasi sekolah sang anak sempat anjlok,  namun kemudian setelah menyadari permasalahan dan bersedia berkonsultasi dengan ahlinya (Psikolog), melalui serangkaian intervensi akhirnya kondisi sang anak berubah 180 derajat hingga menjadi siswa yang berprestasi di sekolahnya.

Satu hal yang menarik dari tayangan tersebut adalah ketika sang Ayah mengakui kesalahannya dalam proses mendidik anak-anaknya di rumah. Dia mampu menurunkan ego-nya, yang diluar dikenal sebagai ahli parenting, terbiasa membantu para orang tua dan anak-anak yang lain, bergerak mencari bantuan ahli diluar dirinya. Ini merupakan satu contoh sikap ksatria dari seorang Ayah, yakni berani mengakui kesalahan/kelemahan diri dan mencari serta meminta bantuan orang lain.

Menurut diagnosa Psikolog, gangguan perilaku yang dialami oleh sang anak (kecanduan games komputer) disebabkan oleh tercurahnya perhatian Ibu kepada anak yang baru lahir (sang Adik), sementara sang Kakak (penderita gangguan perilaku) juga membutuhkan perhatian yang sama dari sang Ibu, namun tidak mendapatkannya. Pengalihan terus-menerus dari sang Ibu agar sang anak memperoleh perhatian dari sang Ayah, sementara di sisi lain sang Ayah sibuk bekerja, membuat anak beralih kepada gadget (games komputer) untuk menenangkan kegelisahan batinnya. Hal ini terjadi hingga pada satu titik mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

Sang Ayah mengakui bahwa untuk merawat dan mendidik seorang anak, anak membutuhkan kedua orang tuanya. Digambarkan bahwa Allah menciptakan seorang anak manusia dalam keadaan yang sempurna, hanya dibedakan oleh jenis kelamin, namun sesungguhnya didalam dirnya, ia masih 'kosong' sebagaimana sebuah kertas putih. Anak membutuhkan 'role model' untuk memberi 'warna' dalam dirinya, figur 'role model' yang terdekat adalah orang tua, sebelum kemudian ia menemukan sosok 'role model' lain di masa remaja dalam lingkup yang lebih luas.



Melihat tayangan tersebut, semakin memperkuat keyakinan saya akan pilihan yang saya ambil. Bekerja dari rumah akan memberikan banyak manfaat bagi keluarga, khususnya dalam proses  tumbuh kembang anak-anak. Anak-anak membutuhkan kehadiran ayah dan ibunya dalam proses tumbuh kembangnya, dan itu tidak bisa digantikan oleh gadget secanggih apapun.

Hari ini, mustahil anak kita bebas dari yang namanya gadget. Namun demikian, kita sebagai orang tua punya kontrol untuk mengarahkan tentang bagaimana cara memanfaatkan gadget dengan baik, agar dapat memberikan manfaat bagi penggunanya.

Tayangan televisi tersebut di atas memperlihatkan salah satu dari sekian banyak bahaya anak kecanduan gadget. Mari kita dampingi anak-anak mengenal dan menggunakan gadget dengan baik.

Salam!

Senin, 18 Januari 2016

Proses Menyapih Si Dua Tahun



Menyapih menurut artikata.com berarti menghentikan anak menyusu (verb).

Namun dalam pengertian saya menyapih juga bisa diartikan menghentikan anak pada kebiasaan-kebiasaan yang kurang patut sebelum berlarut-larut. Seperti halnya yang sempat dilakukan Dz kepada saya beberapa waktu lalu. Dz selalu meminta saya untuk membuka baju, kemudian dia akan meminta naik di punggung saya dan berpegangan erat di sana untuk waktu yang cukup lama. Aktivitas ini dalam satu hari bisa berulang tiga hingga empat kali.

Awalnya saya selalu menuruti permintaan Dz untuk itu. Saya menganggap lucu perilaku tersebut. Namun suatu ketika istri saya mengingatkan bahwa kebiasaan tersebut kurang baik, hingga pada suatu hari kami putuskan untuk menghentikan kebiasaan tersebut.

Caranya mudah saja, pada saat Dz meminta saya untuk membuka baju, saya mengatakan tidak dengan tegas dan berusaha menjelaskan bahwa hal tersebut tidak dapat saya lakukan. Saya mengambil analogi peristiwa sehabis mandi Dz selalu ayah pakaikan baju, mengapa ayah harus membuka baju? Tentu saja anak umur dua tahun tersebut tidak langsung memahami maksud penjelasan saya, sehingga yang terjadi adalah dia menangis tersedu-sedu. Untuk kebiasaan yang pertama ini, berhasil kami atasi, Dz tidak lagi meminta saya untuk membuka baju jika ingin naik ke punggung saya.




Namun ternyata muncul kebiasaan baru lain yang diduga akan mengganggu, yakni kebiasaan Dz jatuh tertidur di punggung saya. Sebelumnya jika mengantuk, Dz akan pergi ke kamar, merebahkan diri di kasur, kemudian tertidur, atau bahkan dia bisa tertidur di atas karpet bermain jika sudah benar-benar mengantuk. Namun belum lama ini muncul kebiasaan baru, Dz baru akan tertidur jika rebahan di atas punggung saya atau kakaknya.

Awalnya saya berpikir kebiasaan ini bagus dan lucu sampai suatu ketika saya hendak bekerja, dan Dz meminta untuk naik ke punggung saya. Tentu ini akan mengganggu konsentrasi saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengunci diri di kamar, dan Dz berada di luar bersama ibunya. Reaksi Dz ketika itu menangis keras, menggedor-gedor pintu selama kurang lebih 5 menit, sampai akhirnya sang bunda menemukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Momen 5 menit itu yang menentukan, kalau kita tahan maka proses penyapihan bisa sukses, namun kalau tidak kita harus ulangi lagi dari awal.

Kunci dari keberhasilan tindakan ini adalah kesepakatan Ayah dan Ibu untuk sama-sama siap menghadapi tangisan sang anak yang kadang memekakkan telinga dan tidak sedap dipandang, tak jarang kita pun merasa kasihan kepada si anak karena dia menangis sesenggukan bahkan hingga terbatuk-batuk. 

Kesimpulannya: dalam proses menyapih kita (ayah dan ibu) harus bersepakat siap menghadapi proses ketegangan yang akan terjadi ketika anak dicegah untuk memperoleh sesuatu yang dia inginkan, sambil berupaya mencari objek pengalihan yang tidak 'membahayakan' bagi perkembangan si anak.

Demikian pengalaman saya, semoga bermanfaat.

Salam!

Minggu, 17 Januari 2016

Ketika Ayah Harus Marah



Salah satu ekspresi emosi yang sulit bagi saya ungkapkan adalah ekspresi marah. Saya merasa sangat buruk dalam mengekspresikan sebuah kemarahan. Belum lama ini saya mengalami sebuah peristiwa yang sangat tidak menyenangkan dan sangat saya sesali pada akhirnya.

Sore itu, kami berempat sedang beristirahat. Saya, istri, Dvn (8 th) dan Dz (2th). Menjelang pukul 16.30, Dz mulai terbangun dan agak rewel, sementara sang kakak sudah terbangun lebih dahulu dan sedang asyik dengan tabletnya. Saya yang masih setengah sadar karena juga baru terbangun, berusaha untuk menenangkan Dz, dengan memangkunya. Dz cukup tenang. Kemudian saya melihat Dvn menggunakan topeng ultraman miliknya dan berdiri tidak jauh berhadapan dengan Dz. Reaksi Dz adalah merengek, tidak suka. Awalnya saya menegur Dvn dengan cara halus. Namun entah mengapa, saya merasa Dvn tidak menghiraukan teguran saya, sampai akhirnya ketika Dvn kembali menggunakan topeng ultraman dan reaksi Dz adalah merengek hendak menangis, seketika saya langsung berteriak keras, "HEY, DIBILANGIN JANGAN GANGGU ADIKNYA, MASIH GANGGU JUGA!"

Reaksi Dvn langsung menangis sesenggukan. Istri saya keluar dari kamar dan kemudian menegur saya. Dalam hati saya segera ber-istighfar. Perasaan di dalam hati saya tidak tenang, jantung berdebar-debar. Seketika saya pun menyesal, namun tidak tahu harus berbuat apa setelahnya.

Untuk mengalihkan perasaan, saya pun mencoba melakukan rutinitas sore itu, dengan menyiapkan air mandi untuk Dz dan Dvn. Setelah air siap, saya memandikan Dz, lalu memanggil Dvn untuk mandi. Setelah itu saya minta ijin kepada istri untuk ke luar potong rambut, yang memang sudah jadi rencana saya sejak siang tadi.

Sepulang dari potong rambut, adzan maghrib mulai berkumandang, setelah mandi, saya pun segera ambil air wudhu dan mendirikan shalat maghrib, diikuti dengan membaca Al-Quran. Saya melihat Dvn sudah jauh lebih tenang dan sudah selesai mendirikan shalat. Setelah membereskan perangkat shalat, saya segera menghampirinya, sembari berbisik, "Maafkan Ayah atas kejadian tadi ya Nak!", sambil mengecup kepalanya. Setelah itu perasaan saya jauh lebih lega.

Ke depan, saya merasa harus lebih pandai mengelola diri dan mengekspresikan kemarahan saya, terutama kepada anak-anak. Jangan sampai saya menyesal di kemudian hari.

Salam!

Rabu, 13 Januari 2016

Ketika Ayah Memutuskan Bekerja Di Rumah

Sebagai Ayah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya sering merasa terganggu ketika sedang konsentrasi bekerja, tiba-tiba mendapat SMS atau telpon dari rumah yang menginformasikan bahwa telah terjadi sesuatu di rumah, entah berkaitan dengan kondisi rumah atau berkaitan dengan kondisi anak kita yang sedang sakit misalnya. SMS atau telpon yang tiba-tiba itu membuyarkan ritme kerja dan konsentrasi yang telah terbentuk sejak pagi. Saya percaya, diantara para pembaca pun mungkin ada yang merasakan demikian.

Salah satu role model saya adalah pasangan Bapak Habibie & (Almh) Ibu Ainun. Saya merasa iri dengan beliau, karena di sebuah buku Bu Ainun menyatakan bahwa beliau memberi ruang yang penuh bagi Bapak (Habibie) untuk bekerja. Ibu Ainun tidak ingin urusan di rumah mengganggu konsentrasi kerja Bapak (Habibie) di kantor, dengan demikian beliau berusaha untuk menangani semua urusan di rumah. Setelah membaca kisah itu, saya pun berkhayal... ah seandainya saja istriku dapat melakukan hal yang sama seperti yang Ibu Ainun lakukan untuk Bapak Habibie. Syukur alhamdulillah... kenyataan yang saya hadapi tidaklah demikian. ^_^

Jika ada sesuatu terjadi di rumah, istri saya selalu memberitahu baik via SMS maupun telpon. Konsentrasi kerja saya pun buyar dibuatnya. Namun demikian situasi inilah yang kemudian mendorong saya untuk belajar dan berpikir mencari solusi agar saya tidak mengalami kembali hal yang sama di masa yang akan datang. Pencarian itu berlangsung dalam alam bawah sadar saya, sampai akhirnya sampailah pada 'AHA!'
Muncul ide bahwa saya bisa bekerja dari rumah.
Di luar sana sudah banyak orang melakukan hal seperti ini. Mengapa saya tidak melakukannya sendiri. Namun demikian hati kecil saya masih menyimpan sedikit keraguan,
"Benarkah hal ini dapat saya lakukan?"


Dari proses pencarian, riset, ujicoba yang saya lakukan dalam kurun waktu kurang lebih satu setengah tahun terakhir, akhirnya saya mendapatkan ilmu tentang bagaimana cara untuk mendapatkan penghasilan dengan memanfaatkan koneksi internet, media sosial, blog dan youtube.

Saya harus mempelajari semua hal tersebut di awal, karena saya benar-benar awam. Setelah pengetahuan yang saya dapat sudah memadai, langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan untuk mencoba, keberanian untuk mengambil tindakan. Tanpa itu, mustahil saya mendapat hasil sebagaimana yang saya raih saat ini.

Perlahan-lahan keraguan saya semakin sirna, karena saya dipertemukan dengan sekelompok orang yang ternyata memiliki pemikiran yang sama dengan saya. Mereka adalah orang-orang yang merasakan 'kegalauan' sebagaimana yang juga saya rasakan, kemudian mereka berani mengambil keputusan untuk bertindak melakukan sebuah cara yang berbeda dari yang biasa selalu mereka lakukan. Perasaan 'galau' ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh saya, orang Indonesia, melainkan juga orang-orang dari belahan dunia yang lain. Kami pun berkesempatan untuk berbagi cerita melalui media skype. Rasanya bahagia menemukan orang-orang yang memiliki cara berpikir yang sama, walau saat ini jumlah mereka relatif masih sedikit dibandingkan dengan jumlah orang-orang yang berpikir 'mainstream'.

Ketika berada di rumah, saya pun harus beradaptasi. Berbagi peran dengan istri saya untuk melakukan tugas-tugas domestik. Mulai dari menyapu lantai, mengepel, mengganti galon air yang kosong, menguras bak mandi yang kotor, menyuapi anak, memandikan anak, menemani anak bermain, menemani anak tidur siang, mencuci-bilas dan menjemur pakaian, sampai memandikan anak di sore hari, memberi makan malam, dan kemudian mengantar anak untuk tidur.

Dari sinilah saya mendapatkan penghayatan bahwa pekerjaan seorang ibu rumah tangga itu demikian berat, mengerjakan segala sesuatu di rumah seorang diri manakala sang suami bekerja di luar rumah (kantor) amatlah menguras energi fisik dan psikisnya. Tak jarang para istri kita yang full ibu rumah tangga, tidak menemukan slot waktu untuk sekedar beristirahat sejenak. Apalagi para ibu yang juga bekerja, saya percaya otak mereka bekerja dua kali lebih keras karena harus memikirkan beberapa hal secara sekaligus, baik urusan kantor maupun urusan rumah. Hal ini kemudian yang harus dipahami juga oleh para suami agar tidak salah dalam bersikap terhadap istrinya.

Walau demikian, saya amat terbantu dengan kepribadian yang saya miliki. Saya selalu dapat menemukan cara yang menyenangkan ketika melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik tersebut. Sehingga akhirnya saya pun dapat menikmati seluruh rutinitas yang ada di rumah.



Kenikmatan yang paling saya syukuri saat ini adalah kesempatan untuk ada, bersama anak-anak saya, melihat mereka bertumbuh dan berkembang, menemani mereka mulai dari bangun pagi hingga tidur di malam hari. Dengan pilihan ini saya merasa bahwa kualitas hidup saya semakin meningkat, perasaan saya semakin bahagia, keimanan saya semakin meningkat, dan hubungan saya dengan istri semakin harmonis dan berkualitas.

Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang aku dustakan...

Salam!



Senin, 11 Januari 2016

Si Dua Tahun Yang Menggemaskan

Memperhatikan tumbuh kembang anak ke-dua saya, Dz, sungguh amat mempesona.
Dz sekarang berusia 2 tahun 4 bulan.
Dalam kurun 1 bulan terakhir saya melihat beberapa perkembangan dalam dirinya yang cukup signifikan.
Apa sajakah itu?
  1. Trust / Kepercayaan diri terhadap orang lain atau lingkungan
    Saat ini Dz sudah lebih merasa aman terhadap keberadaan orang tua maupun orang lain di sekitarnya. Dulu pada saat masih berusia 1 tahun-an, Dz masih suka menangis jika bertemu orang baru, atau minimal selalu menyembunyikan kepala di balik tubuh ayah atau ibunya.
    Sekarang Dz tumbuh sebagai sosok anak yang ramah dengan lingkungannya, berani mendekati orang lain, dan bahkan menyapa dengan panggilan, "Kakek/Nenek, Ayah, Kakak bahkan Bayi." Perkembangan ini tentu sangat syukuri.
  2. Bahasa.
    Saat ini Dz berada pada fase sangat mudah meniru kata-kata yang diucapkan orang lain, seperti kata, "aduh, mau, mamah (makan), mimi (minum), bahaya, ai (air), jatuh, ketawa, dan lain sebagainya.
    Tak jarang ia menonton video iklan susu di youtube, memutar ulang dan meniru kata-katanya secara mandiri.
  3. Motorik
    Setelah melalui fase selalu ingin memanjat kursi maupun tangga, sekarang Dz berada pada fase gerakan yang lebih bisa diarahkan. Dia dapat mengikuti ajakan saya untuk berjalan keliling komplek, ke kamar mandi, atau sekedar berpindah dari lantai dasar ke lantai atas. Saat ini dia sedang suka mengetuk-ngetuk sapu lidi ke lantai, walhasil kemana pun dia pergi sapu lidi yang dia sebut 'bibi' ini tidak pernah lepas dari tangannya.

  4. Otonomi
    Saat ini Dz pun sudah mulai menampakkan kemandirian, salah satu yang nampak adalah dia dapat secara sukarela pergi tidur jika sudah merasa lelah bermain. Dalam hal bermain pun kini Dz sudah mampu menunjukkan minat dan keasyikan tersendiri terhadap permainan yang ia sukai, seperti bermain lidi, bermain lego, main kereta, dan nonton video pendek di youtube.

Dapat melihat proses tumbuh kembang anak, merupakan sebuah anugerah tersendiri bagi ayah seperti saya. Jika sebelumnya saya hanya mendapat informasi dari sang ibu, karena harus bekerja di kantor. Kini saya dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri. Saya bersyukur karena telah mengambil keputusan untuk menjadi ayah penuh waktu dan berkontribusi secara nyata dalam proses tumbuh kembang anak-anak saya.

Semoga pengalaman ini dapat dialami oleh para ayah yang lain.

Salam!


Minggu, 10 Januari 2016

Liburan Sejatinya Tak Perlu Mahal

Masih tentang liburan.
Momen pergantian tahun kemarin adalah momen yang bertepatan dengan masa liburan sekolah anak-anak. Hampir setiap keluarga di Indonesia berusaha berlibur bersama, sekaligus menikmati momen pergantian tahun.

Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah ketika momen liburan tiba, pernahkah kita bertanya tentang bagaimana keinginan anak-anak ingin mengisi liburan mereka atau kita ingin mereka ikut apa yang sudah anda rencanakan?

Liburan bersama keluarga, di era media sosial seperti saat ini bisa menjadi sebuah ajang pamer sebuah keluarga tanpa kita sadari.
Keluarga A unggah foto liburan lagi di pulau B. Keluarga unggah foto lagi di pantai C. Keluarga C unggah foto lagi main air di waterpark D. Dan masih banyak lagi.

Pada kesempatan ini saya ingin mengajak para pembaca untuk berkontemplasi apa sesungguhnya makna dibalik liburan. Bagi saya pribadi, liburan itu tidak harus bepergian ke luar kota atau ke luar negeri. Berlibur di rumah pun bisa menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan dan tak terlupakan bagi seluruh anggota keluarga.

Pergantian tahun kemarin saya bersama keluarga tidak kemana-mana. Kami menghabiskan waktu lebih banyak di rumah saja. Walau demikian liburan kami kali ini cukup mengasyikkan karena istri saya mengkondisikan kita sekeluarga seperti sedang tinggal di hotel untuk beberapa hari.

Bagaimana caranya?
Caranya mudah saja, ia mempersiapkan sebuah kamar yang berbeda, untuk kita gunakan selama beberapa hari selama liburan. Kebetulan di rumah ibu kami yang terdiri atas 2 lantai itu tersedia beberapa kamar kosong yang sedianya digunakan apabila kakak-kakak kami datang ke Bandung.
Di kamar tersebut sudah tersedia tempat tidur, televisi dan juga penyejuk ruangan. Kamar mandi pun berada hanya beberapa langkah saja. Jadilah kami mengalami suasana yang berbeda pada liburan kali ini.

Sarapan pagi bisa jadi pengalaman yang menyenangkan karena kami punya kebebasan untuk memilih mau sarapan apa? Kami bisa sarapan oatmeal di rumah, atau pergi keluar untuk membeli bubur ayam, kupat tahu, nasi pecel atau lontong kari. Makan siang dan malam pun demikian, kami dapat memilih untuk memasak makan malam kami, atau pergi ke luar untuk membeli sate ayam, martabak telor atau yang lainnya.

Di rumah, kami bisa mengisi liburan dengan berbagai kegiatan disela-sela pekerjaan domestik yang mesti kami selesaikan. Pada kesempatan ini pula kami bisa menunjukkan kepada anak-anak kami tentang apa saja tugas domestik yang bisa mereka belajar lakukan, seperti menyapu, mengepel, mencuci pakaian, menyetrika atau memasak. Selain itu saya pun dapat mengeluarkan koleksi mainan yang pernah saya beli sebelumnya untuk dimainkan bersama anak-anak.






 Jika bosan berkegiatan di rumah, kami pun dapat memutuskan untuk pergi keluar, mengunjungi objek wisata yang banyak bertebaran di kota Bandung, salah satunya adalah Taman Balai Kota. Saya sempat membawa anak-anak berkunjung dan menikmati suasana Taman Balai Kota di hari Sabtu yang berawan. Anak-anak demikian menikmati suasana yang ada, apalagi ketika mencoba wahana baru kolam rendam sungai Cikapayang yang baru saja diresmikan Bapak Walikota Bandung, Dz tidak mau pulang. ^_^


Selain Taman Balai Kota, tak jauh dari sana ada Taman Vanda. Kami sempat mencoba menikmatinya di malam hari, ternyata di sana ada air mancur menari yang dihiasi lampu warna-warni. Bagus sekali menurut saya. Anak-anak saya begitu gembira menikmati semburan air mancur yang berubah-ubah gayanya. Dz sampai basah kuyup ketika hendak pulang ke rumah. Intinya malam itu anak-anak bergembira, orang tuanya apalagi.

Di kesempatan lain saya mengajak anak-anak berkunjung ke salah satu toko mainan besar di kota Bandung. Setelah lelah melihat-lihat, saya ajak mereka minum teh susu dingin. Mereka pun langsung anteng.

 

Setiap hari Minggu di jalan Buah Batu ada kegiatan Car Free Day, di penghujung liburan kali ini saya sempat mengajak keluarga saya untuk mencari sarapan lontong kari di sana dan sesudahnya saya bawa anak-anak untuk melihat-lihat dari dekat suasana Car Free Day itu sendiri.

Semua kegiatan itu tidak membutuhkan biaya yang mahal, jika dibandingkan dengan sebuah keluarga yang bepergian ke luar kota atau luar negeri. Saya merasa beruntung tinggal di kota Bandung yang saat ini banyak membangun taman-taman yang dapat dinikmati dengan gratis.

Jadi, kembali lagi berlibur artinya keluar sejenak dari rutinitas dan melakukan kegiatan yang menyenangkan dan menyegarkan bersama keluarga. Bukan soal destinasi, tapi lebih kepada kegiatan yang benar-benar menyenangkan yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga.

Liburan sejatinya tidak perlu mahal.

Salam!

Mengapa Akhirnya Saya Memutuskan Bekerja Dari Rumah



Tulisan ini murni dibuat bukan untuk menyindir siapapun.
Tulisan ini saya buat murni sebagai refleksi diri dan ingin berbagi dengan pembaca.
Mohon maaf bila kurang berkenan.

Anda bisa lihat komik strip di atas.
Pada umumnya demikianlah yang terjadi.
Ayah pergi bekerja, ibu tinggal mengurus anak-anak di rumah.
Atau Ayah dan ibu pergi bekerja, anak-anak dititipkan kepada 'orang rumah'.
'Orang rumah' disini bisa mengacu pada asisten rumah tangga, paman/bibi, atau bahkan orang tua/mertua kita.
Saya pribadi tidak menyukai pilihan menitipkan anak-anak kepada orang tua/mertua.
Alhamdulillah istri saya cukup berani memutuskan untuk melepaskan pekerjaan dan mengurus anak ketika Dz lahir 2 tahun yang lalu.
Saya pun masih bekerja, dengan posisi dan jabatan yang cukup baik saat itu.
Namun dalam perjalanan waktu saya merasa ada yang kurang.
Saya mendapati bahwa istri saya bukanlah superwoman, yang bisa urus seluruh urusan rumah dan anak-anak seorang diri.
Sebagai suami pun saya merasa pusing ketika di tengah asyik bekerja mendapat informasi ada 'masalah' di rumah.
Berdasarkan pengalaman itu, akhirnya saya mencari cara bekerja yang berbeda.
Sebuah keputusan yang cukup pelik, mengingat ini adalah sesuatu yang sama sekali baru, baik bagi saya yang menjalaninya dan bagi istri yang dididik dan dibesarkan dalam keluarga pekerja.
Tidak mudah pada awalnya karena saya harus meyakinkan pasangan saya.
Beruntung saya memiliki pasangan yang mau mengerti dan memahami keputusan.
Sekarang sudah 9 hari kami menjalani keputusan ini, terus terang saya merasakan banyak manfaat bagi kehidupan keluarga kami.
Saya merasa kualitas hidup saya meningkat, komunikasi dengan pasangan semakin terbuka dan sehat, hubungan dengan anak-anak pun semakin dekat, karena saya punya kesempatan untuk mendampingi mereka setiap saat.
Sekali lagi, mungkin ini bukan sebuah keputusan yang sesuai untuk semua pembaca.
Namun percayalah bahwa bekerja dari rumah sangat menyenangkan.

Salam!

  HashOcean

Jumat, 08 Januari 2016

Kerja Kok Nggak Di Kantor


Mungkin pertanyaan gagap itu pernah muncul di benak Anda begitu melihat seseorang yang tidak terlihat pergi ke kantor, namun dapat hidup dan memenuhi segala kebutuhannya. Tenang… Dia tidak sedang memelihara tuyul kok. Itu cuma mitos yang tidak jelas kebenarannya.

Jangan salah menduga dan berprasangka negatif terlebih dahulu. Ini semua mungkin terjadi sejak digital startup mulai menggeliat. Apa itu digital startup? Digital startup adalah istilah yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan baru yang memanfaatkan teknologi digital untuk tumbuh dan berkembang.

Karakteristik digital startup antara lain: usia perusahaan rata-rata masih di bawah 3 tahun, jumlah karyawan kurang dari 20 orang, pendapatan kurang dari $100.000 per tahun, masih dalam tahap berkembang, umumnya bergerak di bidang teknologi informasi, produk yang dibuat berupa aplikasi dalam bentuk digital, dan biasanya beroperasi melalui website. Digital startup menurut catatan mulai berkembang di dunia sejak tahun 1990 hingga tahun 2000-an. Namun mulai terasa berkembang di Indonesia sejak tahun 2011.

Jadi, kerja di mana, kalau tidak di kantor? Mungkin itu pertanyaan Anda?
Sejak tahun 2011, muncul yang namanya co-working space, yang diinisiasi oleh Bandung Digital Valley/BDV, pada bulan Desember 2011. BDV adalah co-working space gratis pertama yang diluncurkan oleh Telkom, berlokasi di R&D Center milik Telkom. Tempat ini memiliki luas 1200 meter persegi, dan Telkom mengizinkan orang-orang menggunakannya sebagai co-working space atau tempat bekerja bersama.

BDV dibangun untuk mendukung dan memfasilitasi perusahaan atau produk milik technopreneur atau developer dan menjembatani mereka dengan target pasarnya. Co-working space ini sendiri bisa menampung 100 orang. Untuk bisa menempati BDV, Anda hanya perlu mendaftarkan diri di situsnya.
Itu hanyalah salah satu co-working space yang ada di Indonesia. Sekarang jumlahnya bejibun. Banyak bermunculan layaknya cendawan di musim hujan, terutama di kota-kota besar. Untuk bekerja di sebuah co-working space, masing-masing provider co-working space akan mengeluarkan kebijakan tentang biaya sewa, baik itu per-jam, bulanan maupun tahunan. Bahkan ada istilah member dan non-member. Anda bisa memilih sesuai kebutuhan.

Fasilitas yang disediakan oleh sebuah co-working space sangat memadai, antara lain: koneksi internet kecepatan tinggi, ruangan meeting, locker pribadi, printer, scanner, mesin fotokopi, peralatan kantor, toilet, dapur, hingga minuman. Sadar atau tidak, sesungguhnya saat ini seseorang bisa mengoptimalkan dirinya, berkarya hanya dengan mengandalkan sebuah ruang yang memiliki koneksi internet, stop kontak listrik, meja dan kursi untuk bekerja. Koneksi internet membuatnya terhubung dengan rekan-rekan kerja di seluruh dunia.

Saya melihat beberapa tahun ke depan, kebutuhan untuk berpindah dari rumah menuju kantor dan sebaliknya akan menjadi berkurang, karena setiap orang bisa bekerja dari rumah masing-masing. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi penghematan di segala lini, terutama kebutuhan akan bahan bakar minyak. Indeks kebahagiaan kita pun akan meningkat, karena waktu yang dihabiskan bersama keluarga akan jauh lebih banyak. Tingkat kemakmuran pun akan meningkat karena bekerja melalui internet pun menjanjikan penghasilan yang tidak sedikit.

Jadi, sangat mungkin seseorang bekerja tidak di kantor, karena saat ini sudah bertebaran yang namanya co-working space. Mungkin sudah waktunya anda mencoba melakukan sesuatu yang berbeda, untuk meraih hasil yang lebih baik lagi.
Salam!

Referensi: http://rismadyarp.blogspot.co.id/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Artikel ini telah disunting. Artikel asli dapat dibaca di http://www.kompasiana.com/masjawski/kerja-kok-gak-di-kantor_568c2e173dafbdff1648a062


Liburan Segera Usai


Liburan semester ganjil kali ini lumayan lama bagi Kakak, yang duduk di kelas 3 SD. Dia libur sejak tanggal 22 Desember 2015 hingga 10 Januari 2016. Baru akan masuk sekolah hari Senin, 11 Januari 2016.

Menjelang masuk sekolah, orang tua perlu mempersiapkan beberapa hal terhadap anak yang kembali masuk sekolah. Apa saja persiapannya? Mari kita lihat bersama-sama:

  1. Periksa kembali perlengkapan sekolah buah hati kita. Buku bacaan, buku tulis, alat tulis, tas, seragam sekolah lengkap dan sepatu sekolah. Pastikan semua perlengkapan sekolah tersebut  sudah siap untuk digunakan di hari pertama masuk sekolah nanti.
  2. Lakukan penyesuaian terhadap pola tidur buah hati kita beberapa hari sebelum hari H masuk sekolah. Selama liburan kemarin saya agak memberi kebebasan kepada kakak untuk tidur lebih larut dan bangun agak siang. Penyesuaian ini diperlukan agar buah hati kita kembali kepada pola tidur yang semula.
  3. Periksa kembali pengumuman dari sekolah tentang kegiatan apa yang akan dilakukan di hari pertama masuk sekolah nanti. Hal ini akan menentukan apakah kita perlu mempersiapkan sesuatu hal yang khusus, atau hal tersebut tidak diperlukan.
  4. Periksa kembali raport yang kemarin sempat kita terima dari ibu guru. Pastikan anda sudah melihat dan menandatangani raport tersebut untuk kemudian dikumpulkan kembali kepada ibu guru. 
Jika ke-empat hal tersebut sudah kita persiapkan, Insya Allah buah hati kita tidak akan menemui kendala di hari pertama sekolahnya esok.

Demikian sedikit tips dari saya, semoga bermanfaat.

Salam!



Rabu, 06 Januari 2016

Awal Mula Datang Ke Bandung

Menceritakan tentang perkembangan anak sendiri, memang suatu hal yang menyenangkan bagi orang tua. Bukan bermaksud untuk sombong atau pamer. Saya hanya ingin sekedar berbagi penghayatan saya sebagai ayah mengamati perkembangan buah hatinya.

Sebelum saya bercerita, saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu agar pembaca semakin nyaman membaca blog saya ini.

Nama lengkap saya, Wijanarko Dwi Utomo. Saya lahir dan besar di kota Jember, Propinsi Jawa Timur. Jember terkenal dengan sebutan kota santri melalui salah satu lagu Mas Anang Hermansyah. ^_^

Saya adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan orang tua yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di salah satu institusi keuangan. Kondisi keuangan keluarga saya ketika itu bisa dibilang cukup baik.

Tumbuh dan berkembang dalam bimbingan orang tua yang keduanya bekerja, tentu memberikan kesan dan penghayatan tersendiri bagi saya tentang apa itu bekerja. Apa itu kerja keras. Apa itu menunda kesenangan untuk mencapai sebuah tujuan. Saya merasa tidak ada kesulitan yang berarti ketika saya melalui tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupan saya. Mungkin karena saya tumbuh besar di era orde baru yang segalanya serba 'teratur'. Jadi sebagai anak pun saya tinggal mengikuti saja.

Saya berhasil menempuh pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di kota Jember. Baru kemudian pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi tingkat perguruan tinggi. Saya mengambil jurusan Psikologi, di Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Terus terang saya tidak terlalu paham dengan isi jurusan ini pada awalnya. Saya hanya tahu bahwa tempat kuliahnya berada di Bandung (padahal Jatinangor, Sumedang). Dari sebuah buklet informasi tentang perguruan tinggi dari majalah HAI, saya hanya tahu bahwa jurusan Psikologi UNPAD menerima mahasiswa dari SMA jurusan IPA. Saya mengambil jurusan IPA di bangku SMA. Jadi cocok, mungkin bisa diterima.



Motivasi saya terbesar ketika hendak kuliah di Fakultas Psikologi UNPAD adalah karena UNPAD berada di kota Bandung. Kota Bandung adalah sebuah kota memberi kesan mendalam di masa remaja saya, karena ketika duduk di kelas 1 SMA, saya menjadi anggota tim paduan suara SMASA dan mengikuti Festival Paduan Suara (FPS) ITB ke XIV tahun 1994. Ketika itu, kegiatan FPS ITB merupakan salah satu kegiatan akbar yang selalu ingin diikuti oleh tim paduan suara SMASA. Kegiatan ini diselenggarakan dua tahun sekali. Tim saya tidak menang ketika itu, namun saya mendapat kesempatan untuk mengenal dekat kota Bandung.


2 tahun berikutnya, tahun 1996, saya menjadi pemimpin rombongan tim paduan suara SMASA mengikuti FPS ITB ke XV di Bandung. Pengalaman ini semakin menguatkan ikatan batin saya dengan kota Bandung. Seperti kata Pidi Baiq di akun tumbler-nya yang berbunyi, "Dan Bandung, Bagiku, bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan."



Jadilah saya diterima di Fakultas Psikologi UNPAD, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 1997. Dari situlah saya kemudian belajar lebih dalam tentang ilmu Psikologi. Di sebuah kampus yang berdiri di atas tanah merah, dengan kontur berbukit-bukit, di kawasan pendidikan Jatinangor.

Demikian kisah awal mula saya datang ke Bandung.

Bandung adalah tanah harapan bagi saya. ^_^


Resensi Buku "Bukan Emak Biasa"

 
Hari ini, Rabu, 6 Januari 2016, saya mendapat tantangan dari teman saya yang juga penulis buku "Bukan Emak Biasa - Refleksi Psikologis Pengasuhan Anak", Ibu Fitri Ariyanti Abidin.

Beliau adalah seorang teman kuliah di jenjang S1 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Seorang wanita yang religius, santun namun tetap hangat dalam pertemanan. Ia juga termasuk salah seorang mahasiswi di angkatan saya yang lulus cepat dengan nilai yang baik.

Bulan Desember 2015, buku "Bukan Emak Biasa" diterbitkan oleh PT Kaba Media Internusa. Dengan total 230 halaman, buku ini terbagi menjadi 6 bagian yang masing-masing menceritakan tentang:
1. Penghayatan
2. Unconditional Love
3. Basic Parenting Skill
4. Dinamika Perkembangan Anak
5. Persoalan Anak Masa Kini
6. Partner Ibu: Ayah dan Guru

Sebagai pembaca dengan latar belakang lulusan Fakultas Psikologi, saya mendapati buku ini sangat menarik dari segi isi, karena menceritakan tentang pengalaman penulis menjalankan peran ibu bekerja dalam proses pengasuhan ke empat anaknya dengan masing-masing karakter kepribadian yang unik.

Di buku ini kita bisa menghayati bagaimana penulis menjalani perannya sebagai ibu, melakukan pendekatan yang berbeda ketika menghadapi masing-masing buah hatinya. Setiap anak dengan usia yang berbeda, berada pada fase perkembangan yang berbeda, menunjukkan ekspresi perilaku yang berbeda pula. Penulis cukup mampu menampilkan fleksibilitas diri dalam menyesuaikan diri dengan setiap keadaan ketika berinteraksi dengan buah hatinya.

Dari setiap interaksi yang terjadi, penulis senantiasa menunjukkan konsep teori yang melatarbelakangi terjadi sebuah peristiwa yang dialami oleh sang buah hati. Tak jarang penulis juga menyampaikan pesan atau nasehat yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits atau pun kisah-kisah yang penulis dapat dari buku-buku yang telah dibacanya.

Dengan gaya penuturan yang ringan dan bahasa yang mudah dimengerti, penulis berbagi pengalamannya kepada para pembaca. Sejatinya tulisan di dalam buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis yang telah dipublikasikan di dalam blog pribadi www.fitriariyanti.com

Menjadi orang tua adalah sebuah peran yang tidak akan berujung sampai ajal memanggil. Tidak ada satu panduan yang sempurna selain yang telah disampaikan oleh Allah SWT melalui kitab suci Al-Quran dan juga Al-Hadits. Namun demikian buku ini dapat menjadi sumber referensi yang sangat mudah untuk menjadi pegangan bagi pembaca manakala menghadapi situasi-situasi yang serupa sebagaimana yang telah tertulis di dalam buku ini.

Kekurangan dari buku ini hanya sebatas hal kecil seperti kesalahan pada penulisan, selain itu adalah kelebihan dan manfaat.

Buku saya rekomendasikan untuk dibaca tidak hanya oleh para ibu sebagai aktor utama dalam proses pengasuhan anak, namun juga oleh para ayah memiliki peran dan pengaruh yang tidak sedikit dalam proses tumbuh kembang anak-anak kita.

Segera dapatkan buku, bisa pesan langsung melalui akun facebook penulis dan rasakan manfaatnya.

Salam!