Rabu, 13 Januari 2016

Ketika Ayah Memutuskan Bekerja Di Rumah

Sebagai Ayah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya sering merasa terganggu ketika sedang konsentrasi bekerja, tiba-tiba mendapat SMS atau telpon dari rumah yang menginformasikan bahwa telah terjadi sesuatu di rumah, entah berkaitan dengan kondisi rumah atau berkaitan dengan kondisi anak kita yang sedang sakit misalnya. SMS atau telpon yang tiba-tiba itu membuyarkan ritme kerja dan konsentrasi yang telah terbentuk sejak pagi. Saya percaya, diantara para pembaca pun mungkin ada yang merasakan demikian.

Salah satu role model saya adalah pasangan Bapak Habibie & (Almh) Ibu Ainun. Saya merasa iri dengan beliau, karena di sebuah buku Bu Ainun menyatakan bahwa beliau memberi ruang yang penuh bagi Bapak (Habibie) untuk bekerja. Ibu Ainun tidak ingin urusan di rumah mengganggu konsentrasi kerja Bapak (Habibie) di kantor, dengan demikian beliau berusaha untuk menangani semua urusan di rumah. Setelah membaca kisah itu, saya pun berkhayal... ah seandainya saja istriku dapat melakukan hal yang sama seperti yang Ibu Ainun lakukan untuk Bapak Habibie. Syukur alhamdulillah... kenyataan yang saya hadapi tidaklah demikian. ^_^

Jika ada sesuatu terjadi di rumah, istri saya selalu memberitahu baik via SMS maupun telpon. Konsentrasi kerja saya pun buyar dibuatnya. Namun demikian situasi inilah yang kemudian mendorong saya untuk belajar dan berpikir mencari solusi agar saya tidak mengalami kembali hal yang sama di masa yang akan datang. Pencarian itu berlangsung dalam alam bawah sadar saya, sampai akhirnya sampailah pada 'AHA!'
Muncul ide bahwa saya bisa bekerja dari rumah.
Di luar sana sudah banyak orang melakukan hal seperti ini. Mengapa saya tidak melakukannya sendiri. Namun demikian hati kecil saya masih menyimpan sedikit keraguan,
"Benarkah hal ini dapat saya lakukan?"


Dari proses pencarian, riset, ujicoba yang saya lakukan dalam kurun waktu kurang lebih satu setengah tahun terakhir, akhirnya saya mendapatkan ilmu tentang bagaimana cara untuk mendapatkan penghasilan dengan memanfaatkan koneksi internet, media sosial, blog dan youtube.

Saya harus mempelajari semua hal tersebut di awal, karena saya benar-benar awam. Setelah pengetahuan yang saya dapat sudah memadai, langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan untuk mencoba, keberanian untuk mengambil tindakan. Tanpa itu, mustahil saya mendapat hasil sebagaimana yang saya raih saat ini.

Perlahan-lahan keraguan saya semakin sirna, karena saya dipertemukan dengan sekelompok orang yang ternyata memiliki pemikiran yang sama dengan saya. Mereka adalah orang-orang yang merasakan 'kegalauan' sebagaimana yang juga saya rasakan, kemudian mereka berani mengambil keputusan untuk bertindak melakukan sebuah cara yang berbeda dari yang biasa selalu mereka lakukan. Perasaan 'galau' ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh saya, orang Indonesia, melainkan juga orang-orang dari belahan dunia yang lain. Kami pun berkesempatan untuk berbagi cerita melalui media skype. Rasanya bahagia menemukan orang-orang yang memiliki cara berpikir yang sama, walau saat ini jumlah mereka relatif masih sedikit dibandingkan dengan jumlah orang-orang yang berpikir 'mainstream'.

Ketika berada di rumah, saya pun harus beradaptasi. Berbagi peran dengan istri saya untuk melakukan tugas-tugas domestik. Mulai dari menyapu lantai, mengepel, mengganti galon air yang kosong, menguras bak mandi yang kotor, menyuapi anak, memandikan anak, menemani anak bermain, menemani anak tidur siang, mencuci-bilas dan menjemur pakaian, sampai memandikan anak di sore hari, memberi makan malam, dan kemudian mengantar anak untuk tidur.

Dari sinilah saya mendapatkan penghayatan bahwa pekerjaan seorang ibu rumah tangga itu demikian berat, mengerjakan segala sesuatu di rumah seorang diri manakala sang suami bekerja di luar rumah (kantor) amatlah menguras energi fisik dan psikisnya. Tak jarang para istri kita yang full ibu rumah tangga, tidak menemukan slot waktu untuk sekedar beristirahat sejenak. Apalagi para ibu yang juga bekerja, saya percaya otak mereka bekerja dua kali lebih keras karena harus memikirkan beberapa hal secara sekaligus, baik urusan kantor maupun urusan rumah. Hal ini kemudian yang harus dipahami juga oleh para suami agar tidak salah dalam bersikap terhadap istrinya.

Walau demikian, saya amat terbantu dengan kepribadian yang saya miliki. Saya selalu dapat menemukan cara yang menyenangkan ketika melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik tersebut. Sehingga akhirnya saya pun dapat menikmati seluruh rutinitas yang ada di rumah.



Kenikmatan yang paling saya syukuri saat ini adalah kesempatan untuk ada, bersama anak-anak saya, melihat mereka bertumbuh dan berkembang, menemani mereka mulai dari bangun pagi hingga tidur di malam hari. Dengan pilihan ini saya merasa bahwa kualitas hidup saya semakin meningkat, perasaan saya semakin bahagia, keimanan saya semakin meningkat, dan hubungan saya dengan istri semakin harmonis dan berkualitas.

Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang aku dustakan...

Salam!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar